A Doctor Like Zombie

#CHAPTER 1



Zombie Doctor - Halloween Costume Contest via @costume_works
Source Image : https://www.pinterest.com

Setiap hari gedung ini selalu kedatangan orang yang keadaannya dalam kondisi kritis, bahkan ada pula yang keadaannya dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Semerbak bau etanol yang mulai tercium dari depan pintu masuk sampai ke bagian pintu belakang sudah menjadi hal yang biasa di gedung ini, lagi pula aroma etanol tersebut telah menjadi ciri khas untuk gedung ini. Semua orang yang bekerja di gedung ini menggunakan seragam putih bersih, jas putih, serta aksesoris stetoskop yang telah menjadi teman karib beberapa pegawai. Yapp…gedung ini dinamakan Rumah Sakit. Aku Stefan dan aku bekerja disini sebagai dokter spesialis bedah. Sudah hampir 10 tahun aku mengabdi di Rumah Sakit ini. Aku sangat menyukai pekerjaanku, tetapi disisi lain terkadang aku melanggar sumpahku sebagai dokter.
Aku ditetapkan sebagai dokter spesialis bedah yang terbaik sekaligus menjadi kepala UGD di Rumah Sakit ini. Semua pasien yang aku tangani selalu berhasil melewati masa-masa kritisnya. Aku pun bangga, jika pasienku sudah bisa hidup tanpa tersiksa oleh penyakit ataupun luka yang dideritanya. Kewajiban menjadi seorang dokter memang seperti itu, tetapi ada kalanya aku melakukan tindakan yang tidak semestinya aku lakukan. Mendapat giliran shift malam memang sangat melelahkan dan terkadang aku sampai tertidur di ruangan UGD pasca melakukan operasi. Pisau bedah, jarum suntik, etanol, anestesi, kapas, benang, pinset, masker, sarung tangan, baju operasi, dan darah telah menjadi teman karibku selama di dalam ruangan UGD. Aku memiliki 3 orang partner kerja di ruangan UGD, mereka adalah Adit, Riko, dan Bryan. Ketiga partnerku tersebut selalu melaksanakan semua perintahku tanpa terkecuali. Menjadi dokter bedah terbaik sekaligus kepala UGD tidaklah mudah karena banyak sekali aturan dan amanah yang harus dilaksanakan. Beberapa pegawai di Rumah Sakit menilaiku sebagai dokter bedah yang terampil, padahal dari banyak prestasi yang aku capai memiliki maksud tersendiri.
Aku berusaha untuk meyakinkan partner kerjaku serta pasienku bahwasannya diriku ini ialah benar-benar dokter yang terampil dibagian pembedahan. Entah sejak kapan aku mulai menyukai aroma khas darah segar yang dihasilkan dari darah pasienku. Sampai disuatu ketika aku mencoba untuk mengemas 1 gelas darah pasienku dan aku bawa pulang. Salah satu partnerku bertanya kepadaku “untuk apa darah pasien itu dokter Stefan?”, aku sempat bingung menjawab pertanyaan itu, tetapi aku spontan menjawab “oh darah ini akan aku teliti, sepertinya sel eritrosit pasien ada yang bermasalah jadi, aku akan menelitinya di lab pribadiku.” Bersyukur setelah aku jawab seperti itu jawabanku dapat diterima olehnya. Aku berharap ketiga partnerku tidak ada yang mencurigaiku.
Sesampai dirumah hormon endorphin ku semakin menggebu-gebu. Aku semakin tidak sabar ingin meminum darah pasienku itu. 1 gelas darah sudah habis aku minum dan rasanya sangat segar melebihi air mineral yang biasanya aku minum. Aku merasa ingin meminum banyak darah dan aku masih ingin menikmati kesegarannya. Setiap malam aku mulai membiasakan diriku untuk mengemas 1 gelas darah dari tubuh pasienku dan masih dengan alasan yang sama aku berikan kepada ketiga partner kerjaku itu. Sampai disuatu ketika aku meminta ketiga partnerku itu agar tidak membantuku disaat aku melakukan operasi di ruang UGD. Dikala itu entah jin apa yang sedang merasuki dan mengelabui diriku dan membuat semua hormon ku terpancing untuk segera menuruti nafsuku. Melihat darah yang keluar dari irisan alur pisau bedah yang aku gerakkan membuatku semakin ingin meletakkan bibirku diatasnya. Ingin gila rasanya disaat aku melihat darah itu. Di ruangan UGD hanya ada aku dan pasienku, seharusnya aku melakukan operasi di ruangan tersebut selama 2 jam, tetapi kali ini aku melakukannya melebihi dari batas jam operasi yang ada. Pasien sempat kehabisan darah pada saat itu, karena aku sudah meminum semua darah dari dalam tubuhnya, tetapi aku mencoba untuk memberikannya beberapa kantung darah yang disediakan Rumah Sakit. Operasi pada malam itu berjalan dengan lancar dan akupun berhasil menuruti nafsuku.
Ahir-akhir ini ruangan UGD telah menjadi saksi atas perbuatan keji ku itu. Tidak hanya darah yang aku minum, sesekali aku mencoba memakan cuilan daging pasienku dan bahkan aku juga pernah mengambil salah satu organ ginjalnya untuk ku jadikan cemilan. Kejadian seperti ini terus berlanjut sampai akhirnya aku menyadari, bahwasannya diriku ini ialah manusia kanibal. Aku tidak perlu menjadi pembunuh untuk menuruti nafsuku, tetapi aku hanya melakukan pekerjaanku untuk menuruti semua nafsuku. Rumah Sakit ini serta ruangan UGD ini telah menjadi penyelamat diriku untuk tetap bertahan hidup menjadi manusia kanibal.
Semakin hari jiwa kanibalismeku semakin tak terkendali, aku sedikit kesulitan untuk menahan nafsuku itu. Aku semakin ingin memakan banyak daging dan organ manusia. Dikala malam itu, aku menuruti nafsuku yang melebihi dari kejadian biasanya. Seperti biasa di ruangan UGD aku beraksi, tetapi kali ini aku bertekad untuk memakan semua organ pasienku. Betapa rakusnya diriku dimalam itu. Bagian organ yang paling aku suka ialah usus halus dan hati, sangat fresh dan lembut rasanya disaat aku mulai menggigit sedikit demi sedikit pada bagian ujungnya. Keadaan mulutku saat itu sudah tak karuan, berlumuran darah dan sesekali aku mencoba membersihkannya menggunakan air washtaffel yang ada di ruangan UGD itu. Kondisi pasienku sudah sangat tidak layak untuk disembuhkan, karena semua organnya sudah habis aku lahap. Aku tak tahu harus dikemanakan pasienku ini. Apakah aku harus membawanya ke ruangan jenazah? Atau aku kubur di belakang gedung Rumah Sakit ini? Berkali-kali aku menanyakan pertanyaan yang sama di dalam hatiku. Waktu semakin cepat berlalu dan aku pun belum bisa memutuskan jawaban yang tepat untuk pertanyaanku itu. Aku merasa ketakutan dimalam itu, karena jika ada seseorang yang mengetahui perbuatan kejiku itu ia pasti akan melaporkanku kepada pihak yang berwajib.
Setelah beberapa jam aku berpikir untuk memutuskan jawaban yang tepat, akhirnya aku memutuskan untuk mengubur jasad pasienku di belakang gedung Rumah Sakit ini. Sangat kebetulan sekali halaman belakang Rumah Sakit ini masih banyak terdapat pohon-pohon besar yang rimbun, sehingga orang lain tidak ada yang tahu jika aku melakukan penguburan jasad pasienku disitu. Aku memutuskan untuk mengubur jasad pasienku itu dan setelah itu aku melakukan penghapusan keseluruhan data diri pasien tersebut dari Rumah Sakit. Keesokan harinya keadaan Rumah Sakit biasa-biasa saja, seperti tidak ada kejadian yang menyeramkan. Berarti keputusan yang aku pilih ialah keputusan yang tepat. Dimalam berikutnya aku juga melakukan hal yang sama, lagi-lagi aku selalu berhasil melakukan perbuatan kejiku itu. Entah udah berapa banyak jasad yang aku kubur di belakang Rumah Sakit ini. Aku menyebut halaman belakang Rumah Sakit ini ialah “the heaven in backyard hospital”. Sejak munculnya jiwa kanibalisme dari dalam diriku, sumpah dokter yang telah aku ucapkan beberapa tahun silam sudah tidak aku terapkan sama sekali. Sejauh ini kelakuan keji yang kuperbuat masih belum ada yang mengetahui siapa diriku yang sebenarnya. Hei… sadarlah kalian! Hidup kalian di Rumah Sakit ini tidak akan lama jika aku yang mengendalikannya di dalam ruangan UGD ini…




To Be Continue...

Comments

Popular Posts